Tampilkan di aplikasi

Buku Scopindo Media Pustaka hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Perempuan Yang

1 Pembaca
Rp 78.100 6%
Rp 73.100

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 219.300 13%
Rp 63.353 /orang
Rp 190.060

5 Pembaca
Rp 365.500 20%
Rp 58.480 /orang
Rp 292.400

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi

Perpustakaan digital
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. Perpustakaan

Kisah sukses orang pinggiran adalah satu dua cerita di antara masih banyak perempuan "pinggiran" belum sepenuhnya mengerti dan memahami tentang pemilu dan demokrasi. Mereka jauh dari hingar bingar pemilu dan pesta demokrasi. Alih-alih berpartisipasti untuk mengawasi, tidak golput saja sudah capaian yang besar.

Buku ini merupakan kumpulan tulisan dari para perempuan penyelenggara pemilu di Jawa Timur yang telah melakukan wawancara, datang menemani dan mendengarkan segala cerita perempuan "pinggiran" dalam menghadapi pemilu. Mereka bercerita tentang pengalamannya mengikuti pemilu, pengetahuan-pengetahuan yang terbatas, sikap dan pandangan politik, serta mimpi-mimpinya tentang demokrasi dan masa depan Indonesia.

Membaca kumpulan tulisan ini kita akan menyadari bahwa tanggung jawab sebagai penyelenggara pemilu dan pemangku kebijakan cukup besar serta perlu terus ditingkatkan. Mungkin di antara kita banyak yang suka bicara di ruang seminar, depan televisi dan berdebat sengit untuk urusan tertentu. Namun barangkali kita perlu sejenak diam dan lebih banyak memfungsikan telinga untuk memperjuangkan mereka dalam kebijakan yang nyata.

Ikhtisar Lengkap   

Penulis: Nur Elya Anggraini / Fina Lutfiana Rahmawati / Insiyatun / Dian Pratmawati / Indrias Kristiningrum / Lilik Mustafidah / Afidatusholikha / Royin Fauziana / Devi Aulia Rohim / Marpuah

Penerbit: Scopindo Media Pustaka
ISBN: 9786237729327
Terbit: Oktober 2020 , 168 Halaman

BUKU SERUPA













Ikhtisar

Kisah sukses orang pinggiran adalah satu dua cerita di antara masih banyak perempuan "pinggiran" belum sepenuhnya mengerti dan memahami tentang pemilu dan demokrasi. Mereka jauh dari hingar bingar pemilu dan pesta demokrasi. Alih-alih berpartisipasti untuk mengawasi, tidak golput saja sudah capaian yang besar.

Buku ini merupakan kumpulan tulisan dari para perempuan penyelenggara pemilu di Jawa Timur yang telah melakukan wawancara, datang menemani dan mendengarkan segala cerita perempuan "pinggiran" dalam menghadapi pemilu. Mereka bercerita tentang pengalamannya mengikuti pemilu, pengetahuan-pengetahuan yang terbatas, sikap dan pandangan politik, serta mimpi-mimpinya tentang demokrasi dan masa depan Indonesia.

Membaca kumpulan tulisan ini kita akan menyadari bahwa tanggung jawab sebagai penyelenggara pemilu dan pemangku kebijakan cukup besar serta perlu terus ditingkatkan. Mungkin di antara kita banyak yang suka bicara di ruang seminar, depan televisi dan berdebat sengit untuk urusan tertentu. Namun barangkali kita perlu sejenak diam dan lebih banyak memfungsikan telinga untuk memperjuangkan mereka dalam kebijakan yang nyata.

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar
Perempuan bisa mewujud sebagai entrepreneur, anggota legislatif, menteri, dokter, perawat, penyiar radio, pengawas pemilu dan ibu rumah tangga sekaligus. Semakin lama peran perempuan kian berwarna dan berdiaspora ke berbagai sektor.

Banyak perempuan yang telah berhasil menembus batas-batas yang diciptakan oleh struktur dan kultur. Tak ada yang tidak mungkin bila bara api semangat dan kerja keras dari perempuan terus berkobar untuk merebut setiap perubahan.

Demokrasi membuka selebar-lebarnya kesempatan untuk perempuan agar bisa mengambil peran. Demokrasi akan kehilangan keindahannya tanpa perempuan. Dunia pemilu dan kontestasi politik yang keras akan mengkristal dan berpotensi menjadi konflik berkepanjangan jika tidak ada perempuan yang memperindahnya.

Soekarno menyebut perempuan sebagai bunga-bunga revolusi. Jalaluddin Rumi dalam Matsnawi menulis bait puisi indah bahwa perempuan adalah cahaya Tuhan. Ibnu ‘Arabi dalam Futuhat Makkiyat menggambarkan perempuan sebagai pencitraan Tuhan di muka bumi.

Konon katanya, Tuhan paling lama menciptakan perempuan, karena Tuhan sedang menciptakan makhluk yang menyerupai-Nya.

Di balik kiprah banyak tokoh perempuan di ruang publik, jalan panjang perjuangan perempuan tak pernah berakhir. Problem kultur dan struktur sosial adalah palang pintu yang membuat sebagian perempuan termarginalisasi secara ekonomi dan terancam tidak mendapatkan hak-haknya secara politik.

Perempuan bisa mewujud sebagai entrepreneur, anggota legislatif, menteri, dokter, perawat, penyiar radio, pengawas pemilu dan ibu rumah tangga sekaligus. Semakin lama peran perempuan kian berwarna dan berdiaspora ke berbagai sektor.

Banyak perempuan yang telah berhasil menembus batas-batas yang diciptakan oleh struktur dan kultur. Tak ada yang tidak mungkin bila bara api semangat dan kerja keras dari perempuan terus berkobar untuk merebut setiap perubahan.

Demokrasi membuka selebar-lebarnya kesempatan untuk perempuan agar bisa mengambil peran. Demokrasi akan kehilangan keindahannya tanpa perempuan. Dunia pemilu dan kontestasi politik yang keras akan mengkristal dan berpotensi menjadi konflik berkepanjangan jika tidak ada perempuan yang memperindahnya.

Soekarno menyebut perempuan sebagai bunga-bunga revolusi. Jalaluddin Rumi dalam Matsnawi menulis bait puisi indah bahwa perempuan adalah cahaya Tuhan. Ibnu ‘Arabi dalam Futuhat Makkiyat menggambarkan perempuan sebagai pencitraan Tuhan di muka bumi.

Konon katanya, Tuhan paling lama menciptakan perempuan, karena Tuhan sedang menciptakan makhluk yang menyerupai-Nya.

Di balik kiprah banyak tokoh perempuan di ruang publik, jalan panjang perjuangan perempuan tak pernah berakhir. Problem kultur dan struktur sosial adalah palang pintu yang membuat sebagian perempuan termarginalisasi secara ekonomi dan terancam tidak mendapatkan hak-haknya secara politik.

Namun demikian sepanjang pemilu, para perempuan pinggiran selalu diletakkan sebagai objek. Jarang atau bahkan sulit ditemukan orang orang pinggiran diletakkan sebagai subjek untuk berbicara dan memandang pemilu. Narasi yang muncul dan menguat setiap pemilu adalah narasi politik oleh politisi sebagai caleg atau partai politik yang berdekatan dengan rakyat, membela rakyat walau pada ujungnya juga makan uang rakyat.

Perempuan pinggiran adalah bagian sah yang mempunyai hak sama dan dijamin oleh undang-undang. Mereka yang menjadi penjual es, tukang becak, tukang tambal ban adalah orang-orang pinggiran pemilik hak suara dalam pemilu yang baru digelar. Suara mereka adalah suara penentu untuk keterpilihan calon anggota legislatif maupun calon presiden.

Sebagai warga negara, orang-orang pinggiran memiliki jumlah suara yang sama dengan para intelektual, akademisi, bahkan politisi sekalipun karena setiap orang berlaku satu suara. Secara derajat dalam suara, orang-orang pinggiran sama dengan lainnya.

Para perempuan pinggiran yang tiap hari berhadapan dengan beratnya memenuhi kebutuhan ekonomi tentu saja layak menjadi subjek yang dibahas dan diulas. Setidaknya akan ada dua pertimbangan bagi orang pinggiran dalam menghadapi pemilu. Pertama, momentum pemilu akan dijadikan sebgai kesempatan untuk menempatkan wakilnya dalam pemilu guna memmberikan perubahan derajat hidup dirinya. Kedua, pemilu sebagai kesempatan untuk menerima politik uang dari calon yang membutuhkan suara dalam pemilu. Dua jawaban ini melewati berbagai kajian dari para ahli.

Burhanuddin Muhtadi dalam Buku yang diterbitkan oleh Bawaslu RI, berjudul Pembiyaan Pemilu menjelaskan bahwa politik uang akan menyasar terhadap kelompok rentan dan juga pemilih yang belum menentukan pilihan (swing voter). Pada titik kebimbangan dan kebingungan pemilih untuk menentukan pilihan dan belum menemukan presfensi pilihan, maka politik uang akan bekerja untuk mempengaruhi pemilih. Walau tentu saja efek elektabilitas karena politik uang tidak besar, namun pertarungan di internal partai yang sangat ketat dan penentu kemenangan tidak lebih dari 2 persen, menyebabkan politik uang tetap dilakukan.

Persepsi yang kedua dapat juga dijadikan sebagai salah satu alasan bahwa ada beberapa keterwakilan dari orang-orang pinggiran sebagai wakil rakyat. Seperti Kisah Antonius Yogo P, mantan satpam yang terpilih di Surakarta, Jawa Tengah. Kisah Kusnadi, seorang satpam yang terpilih di DPRD Sintang, Kalbar. Di tambah juga dengan kisah Agung Darma, tukang galon yang terpilih sebagai anggota legislatif Kabupaten Muna Barat, Sulawesi Tenggara.

Kisah sukses orang pinggiran adalah satu dua cerita di antara masih banyak perempuan pinggiran belum sepenuhnya mengerti dan memahami tentang pemilu dan demokrasi. Mereka jauh dari hingar bingar pemilu dan pesta demokrasi. Alih alih berpartisipasti untuk mengawasi, tidak golput saja sudah capaian yang besar.

Buku ini merupakan kumpulan tulisan dari para perempuan penyelenggara pemilu yang telah melakukan wawancara, datang menemani dan mendengarkan segala cerita perempuan pinggiran dalam menghadapi pemilu. Mereka bercerita tentang pengalamannya mengikuti pemilu, pengetahuan-pengetahuan yang terbatas, sikap dan pandangan politik, dan juga mimpi-mimpinya tentang demokrasi dan masa depan Indonesia.

Membaca kumpulan tulisan ini kita akan menyadari bahwa tanggung jawab sebagai penyelenggara pemilu dan pemangku kebijakan cukup besar dan perlu terus ditingkatkan. Barangkali di antara kita banyak yang suka bicara di ruang seminar, depan televisi dan berdebat sengit untuk urusan tertentu. Namun barangkali kita perlu sejenak diam dan lebih banyak memfungsikan telinga untuk memperjuangkan mereka dalam kebijakan yang nyata.

Kami dari Bawaslu RI mengapreasi kumpulan tulisan ini. Buku yang cukup renyah dibaca dengan gaya essay dan jurnalistik akan memperkaya referensi tentang pemilu. Setidaknya buku ini telah mengajak untuk meletakkan perempuan pinggiran sebagai kata kerja yang bersuara dan bicara. Selamat untuk Bawaslu Jatim. Semoga bermanfaat untuk demokrasi dan Indonesia. Bersama Rakyat Awasi Pemilu dan Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu.

Penulis

Nur Elya Anggraini - Nur Elya Anggraini; Lahir di Bangkalan, 1983. Fans fanatik Juventus yang akan senang bila tim rivalnya kalah ini penyuka novel dan kopi. Pernah menjadi jurnalis dan penyiar di Radio Prosalina FM Jember, Anggota Panwas Jember pada Pilkada Tahun 2015 dan Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jatim pada 2016-2018, dan kini Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Timur. Bila membuka Facebooknya, Ely adalah seorang ibu dan pendidik dari Maheer, Kameel dan Kareem. Kini ia terus bekerja keras agar Bawaslu se-Jawa Timur terbuka dan informatif.
Fina Lutfiana Rahmawati - Fina Lutfiana Rahmawati; Lahir di Nganjuk pada 1982. Perempuan jebolan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Sunan Ampel Surabaya (UINSA) ini sarat aktivtas sejak di bangku mahasiswa, termasuk di PMII. Sebagai pecinta tetarer, pegiat sastra, menulis dan riset, karya-karyanya bisa dijumpai pada buku Antologi Puisi Jawa Timur 2004, dan buku Antologi Puisi Nusantara yang berisi sekumpulan puisi dari pegiat sastra dari Indonesia, Malaysia dan Brunai Darusslama. Bekerjasama dengan Smartlab Education Private School tahun 2010, ia menuliskan riset berjudul Developing a new teaching approach, Faciliting active Learning, and Reflecting on Practice. Sedangkan tulisannya tentang Penerapan Metode Bermain Peran Untuk Pengembangan Kreativitas Anak, dan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Melalui Pembiasaan Diri telah diterbitkan oleh International Proceeding of ICESS. Intim dengan dunia kepemiluan sejak bergabung dalam Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP). Fina pernah menjad pengawas TPS saat Pilkada 2018 lalu. Dengan modal semangat dan terus belajar, mengantarkan Fina terpilih menjadi anggota Bawaslu Kabupaten Nganjuk Periode 2018- 2023.
Insiyatun - Insiyatun; Lahir di Sumenep pada tanggal 1981. Insy lulusan Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya (Sekarang UINSA) tahun 2004 dengan predikat Cum-laude, aktif di berbagai organisasi kampus, di dalam maupun di luar, termasuk PMII. Sebagai pegiat sosial, sebelum berkarir di Bawaslu, Insy mengkhidmatkan diri di lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan dan keagamaan yakni Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) NU, Forum Komunikasi Polisi dan Masyarakat (FKPM) Kabupaten Sampang dan LSM East Java Development Studies. Insy juga aktif melakukan pendampingan masyarakat, pemberdayaan perempuan dan anak, pendidikan, kemandirian, hukum, dan peningkatan ekonomi. Insy yang punya motto “Sekali hidup, Hiduplah yang berarti“ ini intens dengan aktivitas kepemiluan sejak menjadi anggota KPPS Desa Nepa Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang pada Pilkada tahun 2012, Anggota Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang tahun 2013-2014, kemudian Insy terpilih menjadi Anggota Panwaslu Kabupaten Sampang pada Pilkada tahun 2017-2018, dan ketika Panwaslu beralih dari ad hoc menjadi lembaga permanen pada tahun 2018, Insy terpilih kembali dan menjadi Ketua Bawaslu kabupaten Sampang periode 2018 – 2023. Insy telah menikah dengan R. Nurus Syamsi S.Pd.I.,M.M., dan dikaruniai dua anak laki laki, Ardisyam dan Arfa Muhammad Syam.
Dian Pratmawati - Dian Pratmawati, lahir di Malang, 1984 menyandang lulusan Sarjana Pendidikan Akuntansi di Universitas Negeri Malang. Saat di kampus, Ibu dari Raditya ini suka berorganisasi. Ia pernah menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi, aktif menjadi sekretaris regional Ikatan Mahasiswa Akuntansi se Jawa Timur, dan tak lupa aktif di organisasi HMI Cabang Malang. Pernah bekerja sebagai teller dan CS di PT. Bank CIMB Niaga Tahun 2010–2013 dan dipromosikan menjadi operation officer (supervisor) dibank tersebut dari Tahun 2013–2017. Berkomitmen memberikan sumbangsih dan ikut serta mengawal demokrasi, mengantarkannya menjadi anggota Bawaslu Kota Mojokerto sebagai Koordinator Divisi organisasi dan SDM yang siap untuk terus melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja.
Indrias Kristiningrum - Indrias Kristiningrum; lahir di Kota Mojokerto pada 23 April 1980. Perempuan yang menjadi anak bontot di keluarganya ini pernah tinggal di pulau Bali selama 1 tahun. Ia mengawali karir publiknya dengan bergabung pada sebuah koperasi bentukan pemerintah. Koperasi penghasil pupuk organik itu bergerak untuk membantu para petani yang seringkali terjerat dengan tingginya harga pupuk. Berikutnya, Indrias bergelut di sektor pemberdayaan melalui PNPM-Mandiri Perkotaan. Ia dipercaya menjadi fasilitator di bidang social yang bertanggungjawab dalam pemberdayaan kaum miskin kota. Ia memulai karir menjadi penyelenggara pemilu sejak tahun 2017 saat menjadi pengawas pemilu kecamatan (panwascam) hingga tahun 2018 dipercaya mengampu Koordinator Divisi Hukum dan Penanganan Pelanggaran (HPP) pada Bawaslu Kota Mojokerto.
Lilik Mustafidah - Lilik Mustafidah; Lahir di Bojonegoro, 1984. Perempuan yang mengenyam pendidikan di PP. At-Tanwir Bojonegoro dan S1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, pernah aktif berproses di Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa (LKP2M), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) sektor Mahasiswa Cabang Malang, KOHATI PB, Alumni Taplai Lemhannas Pemuda Angkatan VIII, DPP KNPI dan FORHATI Jawa Timur. Selama berproses di KOHATI PB, Lilik pernah menghasilkan karya ilmiah berjudul “Ekofeminisme dalam Perspektif Islam (Peran Perempuan dalam Pengelolaan Lingkungan)” dimuat dalam Jurnal Melati terbitan KOHATI PB tahun 2013. Ia juga pernah mengabdi sebagai Sekretaris Eksekutif Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) dan di Lembaga Survey Indonesia (LSI). Proses pengabdian Lilik dalam konteks demokrasi dimulai sejak terlibat menjadi Fasilitator Mobile Voter Education Campaign untuk pemilih pemula dan perempuan wilayah Jawa Timur pada Pileg dan Pilpres 2009, Divisi SDM dan Parmas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Baureno pada Pilkada 2018 dan sekarang sedang menjalani amanah sebagai Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten Bojonegoro periode 2018-2023. Baginya, motto hidup yang selalu dipegang Nahnu Qosamna dan jangan pernah lelah menebar kebaikan.
Afidatusholikha - Afidatusholikha; Lahir di Mojokerto pada 1977. Sempat mengenyam pendidikan di Pesantren Darut Tauhid Bangil selama 7 tahun. Aktif dalam organisasi intra maupun ekstra kampus sebagai salah satu Pengurus Senat Mahasiswa dan Pengurus PC PMII Pasuruan. Sepulang ke kampung halaman, Afidah menjadi Ketua Umum PC IPPNU hingga berlanjut di kepengurusan PC Fatayat NU Kabupaten Mojokerto sebagai Ketua II. Alumni Pascasarjana IAIN Sunan Ampel melalui jalur Beasiswa Kemenag ini juga pernah menggeluti dunia Pendidikan sebagai Guru dan Kepala MI Miftahul Ulum Kunjorowesi. Dalam kepemiluan, berpengalaman sebagai Komisioner KPU Kabupaten Mojokerto selama 2 periode (2009–2018). Suka dengan tantangan dan keinginan untuk terus belajar, Afidah bertekad akan maksimal dalam menjalankan tugas sebagai Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Kabupaten Mojokerto.
Royin Fauziana - Royin Fauziana; Lahir di Jember, 1992. Mengenyam pendidikan di Jember, sejak taman kanak-kanak hingga pendidikan pascasarjana yang tak kunjung diwisuda. Belajar tentang mengawal demokrasi sejak tahun 2015 sebagai staf Pengawasan di Panwaslih Kabupaten Jember dan kini menjadi staf Humas dan Hubal tercantik (karena memang satu-satunya perempuan) di Bawaslu Provinsi Jawa Timur. Juga memiliki aktivitas sampingan, yakni jualan online tas, atasan, bawahan dan tentu juga krim pemutih dengan modal dan model diri sendiri. Istri dari orang Madura ini sedang mendalami tirakat dan mengamalkan mantra; Nakal Boleh, Bodoh Jangan.
Devi Aulia Rohim - Devi Aulia Rohim; perempuan yang terus berusaha melawan kegoblokannya ini adalah ibu dari tiga anak yang masih kecil-kecil. Devi yang harus mencuri-curi waktu untuk ngAsi ini dilahirkan di kabupaten Ngawi dan tumbuh besar di Kabupaten Madiun. Keberangkatannya ke Kabupaten Jember pada tahun 2003 membuatnya menemukan rumah besar yang selalu menjadi tempat belajar, berproses dan selalu menanamkan dzikir, fikir dan amal sholih bernama PMII; menemukan jodoh dan menetap sampai sekarang di Kabupaten Jember. Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember ini belum pernah merasakan pekerjaan yang linier dengan bangku pendidikan di kampus, karena Devi menganggap setiap orang yang ditemui adalah guru dan setiap tempat yang dituju adalah sekolah (tempat belajar). Dunia pemberdayaan yang lama Devi geluti mendorong dia mendirikan Rumah BBM (Rumah Bermain, Belajar dan Mengaji). Rumah ini mengajak anak anak di lingkungan perumahan untuk mengenal teman dan tetangga, mengajak anak-anak bermain mengembangkan kompetensinya dengan tidak meninggalkan mengenal Tuhannya baik dalam bentuk mengaji, al-berzanji atau kajian keagamaan lainnya. Pada tahun 2017 Devi terpilih menjadi Panwas Kabupaten Pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur, dan terus berproses hingga sekarang di Bawaslu Kabupaten Jember. Layaknya manusia lainnya yang selalu mempunyai harapan, Devi juga mempunyai harapan. Harapan terbesar Devi adalah bisa selalu bermanfaat bagi sesama, agama dan nusa.
Marpuah - Marpuah, srikandi bumi wali ini satu-satunya komisioner perempuan dalam jajaran keanggotaan Bawaslu Kabpaten Tuban. Perempuan kelahiran 1986 ini dipercaya melaksanakan tugas sebagai Koordinator Divisi Organisasi dan SDM. Baginya divisi ini mengambil peran penting dalam mewujudkan lembaga pengawas pemilu yang berintegritas. Penataan kelembaagan yang kuat akan menentukan kualitas hasil pengawasan. Menjadi pengawas pemilu tidak pernah masuk dalam deretan cita-cita marpuah kecil. Namun garis hidup mengantarkanya sebagai srikandi penegak demokrasi di bumi wali. Ibu dua anak ini mengawali karir sebagai penyelenggara pemilu sebagai KPPS Tahun 2008, PPS Tahun 2013-2014, anggota Panwascam tahun 2015 dan ketua Panwascam Tahun 2017. Sederet pengalaman itu membuatnya yakin mampu menjalankan tugas pengawasan dengan baik. Alumni Universitas PGRI Ronggolawe ini memegang prinsip bahwa menduduki kursi komisioner Bawaslu adalah amanah besar yang wajib dipertanggungjawabkan dengan mendedikasikan diri terhadap lembaga. Tuntutan bekerja penuh waktu bukan sesuatu yang baru bagi mantan aktivis PMII ini, karena sebelumnya ia banyak menggeluti program pendampingan masyarakat. Terus berkarya adalah cita citanya. Terlahir sebagai perempuan desa tidak membuatnya merasa rendah hati. Baginya kesuksesan itu berawal dari ketiadaan.

Daftar Isi

SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
MAK SURATI, TIM SUKSES SETENGAH HATI
YANG DIINGAT TAPI DILUPAKAN PEREMPUAN PESISIR
PEMILU KITA BELUM BICARA BANYAK TENTANG PEREMPUAN DISABILITAS
POLITIK DAN KESEJAHTERAAN: ANGAN SEDERHANA PEREMPUAN PENJAGA KEAMANAN
PEMILU DALAM BINGKAI PANDANG SANTRIWATI
ELEGI BURUH: BILIK SUARA DI BALIK PABRIK
Politik dalam Benak Dua Perempuan Pengemudi Ojek Online
MELAWAN TRADISI PATRIARKHI : PEREMPUAN SAMPANG JADI PENYELENGGARA PEMILU
PEMILU DAN NYANYIAN SUNYI WARANGGANA
JERAT PEMILU ATAS PEKERJA SEKS
TENTANG PENULIS
SAMPUL