Usaha saya untuk belajar berenang cukup panjang. Kala SD saya sampai berganti 2-3 guru, tapi masih juga tak pandai. Salah satunya karena saat takut, saya malah jadi mengajak bapak atau ibu guru renang saya ngobrol. Saya mahir baru saat Ibu meminta guru olahraga di sekolah untuk jadi pelatih saya. Karena segan dan takut padanya, saya malah jadi fokus.
Dalam satu bulan, saya sudah bisa renang gaya katak tanpa takut. Tambah 2 minggu lagi, saya bisa gaya bebas. Ketakutan di awal hilang sudah, terganti dengan kenikmatan bermain dan serunya berolahraga air. Hanya saja belakangan, pernyataan yang terhormat Sitti Hikmawatty, salah satu komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, membuat saya khawatir.
Bukan. Bukan berarti saya takut nyemplung karena cemas akan mengandung, ya. Yang mengganggu saya adalah munculnya ketakutan palsu, bahkan mungkin kerisauan terhadap olahraga renang. Ya. Di era digital ini, hiper-realitas memang makin tak terelakkan. Sederhananya, yang salah bisa jadi benar, sebaliknya yang benar pun bisa jadi salah.
Kita selalu dituntut untuk makin berhatihati dalam mengeluarkan opini di level apapun. Akan bijak rasanya jika kita meniru para perempuan inspiratif yang meski berani melangkah dan mandiri dalam menentukan pilihan, tetap cermat dan mempertimbangkan efek dari perkataan dan perbuatannya. Kami di NOVA merasa Najwa Shihab adalah salah satu contoh perempuan inspiratif tersebut.
Saat berdiskusi dengan NOVA, Najwa mengingatkan kita untuk bertepuk tangan atas kesuksesan sesama perempuan. Tapi juga mendukung mereka yang terus ingin memperbaiki diri. Momen Bu Sitti sebetulnya bisa menjadi refleksi sekaligus koreksi diri buat kita, Sahabat NOVA. Berani bersuara dan mandiri mengambil keputusan perlu ditopang dengan persiapan diri dan pengetahuan yang cukup. Niat dan usaha beliau untuk memperbaiki diri usai meminta maaf pada publik pun perlu kita dukung. Sebab keberhasilan satu perempuan, adalah kesuksesan kita bersama.
Salam hangat, Indira Dhian Saraswaty